Email

# Email Redaksi : parahyanganpost@yahoo.co.id, parahyanganpostv@gmail.com - Hotline : +62 852 1708 4656, +62 877 7616 1166

Jumat, 03 Agustus 2012

Zakat dan Keamanan Sosial


ZAKAT - Adalah salah satu dari pilar Islam. Tingkat kepentingannya selalu bersandingan dengan shalat, yaitu ibadah yang pertama kali diperhitungkan di hari perhitungan bagi seorang Muslim. Lebih dari pada itu, karena sangat tingginya derajat Zakat di dalam Islam, maka Khalifah Abu Bakar RA, khalifah pertama dalam sejarah Islam, sampai memerintahkan untuk memerangi siapa saja yang menolak membayar zakat.
Kalo kita cermati, diantara rukun Islam yang lima, kesemuanya mengindikasikan bentuk ibadah yang memerlukan pengorbanan dari anggota tubuh kecuali zakat. Sholat, puasa, dan ibadah haji memerlukan pengorbanan fisik kita dalam berbuat, tetapi zakat memerlukan pengorbanan mental dari seorang Muslim. Ibadah zakat adalah murni pengorbanan harta dari seorang dan memerlukan kekuatan rasa ikhlas yang luar biasa, untuk membuktikan dirinya bahwa ia adalah seorang Muslim. Karena tidak sempurna ke-Islam-an seseorang sebelum ia: (i) Mengucapkan 2 kalimat syahadat, (ii) Mendirikan shalat, (iii) Membayar zakat, (iv) Berpuasa di bulan ramadhan, dan (v) Berhaji. Untuk berhaji memiliki catatan jika telah mampu melaksanakannya.
Sekali lagi jika kita perhatikan dan renungkan, dari ke-5 rukun islam tersebut, hanya zakat-lah yang tidak hanya berhubungan dengan Allah tetapi juga kepada sesama manusia. Sehingga jika kita menolak untuk membayar zakat, maka sesungguhnya kita telah melakukan 2 jenis kejahatan, yaitu: pertama, kejahatan kepada Tuhan yang telah memerintahkan berzakat namun kita tolak, dan kedua, kejahatan kepada orang-orang yang memiliki hak dari sebagian harta yang kita miliki, yang boleh jadi mereka itu sedang menanti-nanti hak mereka dari harta yang kita miliki. Padahal, bagi seorang Muslim, dia harus meyakini bahwa di antara harta yang dimilikinya, terdapat hak-hak orang lain yang memerlukan (QS. 70: 24-25), dan Tuhan telah melarang kekayaan yang ada di bumi ini hanya berputar di kalangan tertentu saja (QS. 59: 7; 2: 29).
Oleh karena itu, seorang Muslim harus berhati-hati dalam urusan zakatnya. Hal ini disebabkan dampak besar yang timbul jika lalai dalam membayarkan zakat. Dampak besar itu adalah terpeliharanya kemiskinan dimana-mana, yang efek multiplier-nya adalah tindak kriminalitas meningkat, tingkat kesehatan menurun, dan munculnya berbagai macam jenis penyakit baru dalam masyarakat. Perlu diingatkan kembali bahwa hak orang miskin atas harta kita bukan diberikan oleh pemerintah atau lembaga zakat manapun, melainkan itu adalah diberikan oleh Tuhan manusia.

Keamanan Sosial
Korban pertama atas penolakan seorang Muslim, yang masuk dalam kategori muzakki, dalam membayar zakatnya adalah orang-orang miskin dan yang membutuhkan. Setelah itu adalah mereka yang terjerat hutang berbasis riba, baik untuk memenuhi keperluan dasar harian mereka ataupun untuk modal usaha kecil-kecilan seperti jualan goring-gorengan dan sebagainya, disebabkan hak-hak mereka ditahan dengan kesadaran muzaki tersebut. Pantaslah jika Tuhan memberikan teguran berkali-kali kepada masyarakat yang enggan mengeluarkan zakat yang diwajibkan atas harta mereka.
Pengaruh zakat pada masyarakat dapat bermacam-macam. Pengaruhnya yang pertama adalah perasaan aman bagi kaum fakir dan miskin. Kedua, zakat dapat menghilangkan kesenjangan yang ada antara si kaya dan si miskin. Zakat dapat membentuk keterpautan hati dan perasaan antara kedua golongan ini, sehingga akan tumbuh rasa saling ber-empati diantar keduanya. Ini adalah pengaruh yang ketiga. Keempat, menumbuhkan perasaan yakin dan percaya atas karunia Allah dalam dada si miskin serta perasaan tunduk kepada perintah Allah dalam dada si kaya. Kelima, zakat dapat membantu kemandirian ekonomi suatu Negara.
Dan yang paling membahagiakan adalah ketika zakat mampu membuat seluruh masyarakat memiliki rasa persaudaraan yang tinggi serta kesadaran bahwa pembangunan ekonomi bangsa beserta proses kontrolnya harus dilakukan secara bersama-sama. Semua ini dapat terwujud ketika zakat telah dibayarkan oleh seluruh muzakki secara suka rela tanpa paksaan. Karena berbeda dengan pajak yang dipaksakan terhadap manusia oleh sesama manusia, perintah membayar zakat dipaksakan atas mereka oleh Tuhan mereka, sehingga perasaan beribadah turut melekat di dalamnya ketika mereka menyadari bahwa mereka sedang membangun Negara dengan jalan membantu meningkatkan konsumsi saudara-saudara mereka yang kurang beruntung.
Perasaan ikut serta dan ikut berkontribusi dalam proses pembangunan Negara ini menjadi aura positif dalam hidup bermasyarakat. Disinilah akan tercipta komitmen bersama dari masyarakat untuk menciptakan kemanan sosial. Mereka yang memiliki kekayaan akan merasa bahagia ketika melihat sesama saudaranya yang kurang beruntung menjadi dapat berbahagia. Tanpa aura positif ini dan tanpa keinginan untuk berpartisipasi dari masyarakat maka laju pertumbuhan ekonomi bangsa akan tertahan, atau bahkan akan terpuruk. Dengan distribusi zakat ini, permasalahan bangsa yang mendasar yaitu kemiskinan dapat terkurangi atau bahkan hilang jika umat Islam membayar zakat-nya dan melengkapinya dengan infaq, shadaqah, dan waqaf. Wallahu A’lam Bish-Showab.

Biodata Penulis :

DR.Mohammad Abduh
Pada Juni 2007 memulai program Master of Economics di Department of Economics, International Islamic University Malaysia (IIUM) dan selesai pada April 2009. Selanjutnya, pada Juni 2009 saya meneruskan pada program PhD di department of Business Administration IIUM dengan spesialisasi Islamic Banking and Finance di bawah bimbingan Prof. Dato' Dr. Mohd Azmi Omar (Direktur IRT-IDB saat ini) dan selesai pada Agustus 2011.

Saat ini saya bekerja sebagai dosen di IIUM Institute of Islamic Banking and Finance (IIiBF) dengan pangkat Assistant Professor. Sejak Juli 2012 sampai Juni 2013 saya di amanahkan sebagai Head of Research di fakultas IIiBF. Selain itu, saya juga diamanahkan sebagai Ketua Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Indonesia wilayah Malaysia dan Ketua Unit Pelayanan Zakat, Badan Amil Zakat Nasional (BazNas) Indonesia untuk periode 2012-2014.