ZAKAT - Adalah salah satu dari pilar Islam. Tingkat kepentingannya selalu bersandingan
dengan shalat, yaitu ibadah yang pertama kali diperhitungkan di hari
perhitungan bagi seorang Muslim. Lebih dari pada itu, karena sangat tingginya
derajat Zakat di dalam Islam, maka Khalifah Abu Bakar RA, khalifah pertama
dalam sejarah Islam, sampai memerintahkan untuk memerangi siapa saja yang
menolak membayar zakat.
Kalo
kita cermati, diantara rukun Islam yang lima, kesemuanya mengindikasikan bentuk
ibadah yang memerlukan pengorbanan dari anggota tubuh kecuali zakat. Sholat,
puasa, dan ibadah haji memerlukan pengorbanan fisik kita dalam berbuat, tetapi
zakat memerlukan pengorbanan mental dari seorang Muslim. Ibadah zakat adalah
murni pengorbanan harta dari seorang dan memerlukan kekuatan rasa ikhlas yang
luar biasa, untuk membuktikan dirinya bahwa ia adalah seorang Muslim. Karena tidak
sempurna ke-Islam-an seseorang sebelum ia: (i) Mengucapkan 2 kalimat syahadat,
(ii) Mendirikan shalat, (iii) Membayar zakat, (iv) Berpuasa di bulan ramadhan,
dan (v) Berhaji. Untuk berhaji memiliki catatan jika telah mampu
melaksanakannya.
Sekali
lagi jika kita perhatikan dan renungkan, dari ke-5 rukun islam tersebut, hanya
zakat-lah yang tidak hanya berhubungan dengan Allah tetapi juga kepada sesama
manusia. Sehingga jika kita menolak untuk membayar zakat, maka sesungguhnya
kita telah melakukan 2 jenis kejahatan, yaitu: pertama, kejahatan kepada Tuhan
yang telah memerintahkan berzakat namun kita tolak, dan kedua, kejahatan kepada
orang-orang yang memiliki hak dari sebagian harta yang kita miliki, yang boleh
jadi mereka itu sedang menanti-nanti hak mereka dari harta yang kita miliki.
Padahal, bagi seorang Muslim, dia harus meyakini bahwa di antara harta yang
dimilikinya, terdapat hak-hak orang lain yang memerlukan (QS. 70: 24-25), dan
Tuhan telah melarang kekayaan yang ada di bumi ini hanya berputar di kalangan
tertentu saja (QS. 59: 7; 2: 29).
Oleh
karena itu, seorang Muslim harus berhati-hati dalam urusan zakatnya. Hal ini
disebabkan dampak besar yang timbul jika lalai dalam membayarkan zakat. Dampak
besar itu adalah terpeliharanya kemiskinan dimana-mana, yang efek
multiplier-nya adalah tindak kriminalitas meningkat, tingkat kesehatan menurun,
dan munculnya berbagai macam jenis penyakit baru dalam masyarakat. Perlu
diingatkan kembali bahwa hak orang miskin atas harta kita bukan diberikan oleh
pemerintah atau lembaga zakat manapun, melainkan itu adalah diberikan oleh
Tuhan manusia.
Keamanan Sosial
Korban
pertama atas penolakan seorang Muslim, yang masuk dalam kategori muzakki, dalam
membayar zakatnya adalah orang-orang miskin dan yang membutuhkan. Setelah itu
adalah mereka yang terjerat hutang berbasis riba, baik untuk memenuhi keperluan
dasar harian mereka ataupun untuk modal usaha kecil-kecilan seperti jualan
goring-gorengan dan sebagainya, disebabkan hak-hak mereka ditahan dengan
kesadaran muzaki tersebut. Pantaslah jika Tuhan memberikan teguran berkali-kali
kepada masyarakat yang enggan mengeluarkan zakat yang diwajibkan atas harta
mereka.
Pengaruh
zakat pada masyarakat dapat bermacam-macam. Pengaruhnya yang pertama adalah
perasaan aman bagi kaum fakir dan miskin. Kedua, zakat dapat menghilangkan
kesenjangan yang ada antara si kaya dan si miskin. Zakat dapat membentuk
keterpautan hati dan perasaan antara kedua golongan ini, sehingga akan tumbuh
rasa saling ber-empati diantar keduanya. Ini adalah pengaruh yang ketiga.
Keempat, menumbuhkan perasaan yakin dan percaya atas karunia Allah dalam dada
si miskin serta perasaan tunduk kepada perintah Allah dalam dada si kaya.
Kelima, zakat dapat membantu kemandirian ekonomi suatu Negara.
Dan
yang paling membahagiakan adalah ketika zakat mampu membuat seluruh masyarakat
memiliki rasa persaudaraan yang tinggi serta kesadaran bahwa pembangunan
ekonomi bangsa beserta proses kontrolnya harus dilakukan secara bersama-sama.
Semua ini dapat terwujud ketika zakat telah dibayarkan oleh seluruh muzakki
secara suka rela tanpa paksaan. Karena berbeda dengan pajak yang dipaksakan
terhadap manusia oleh sesama manusia, perintah membayar zakat dipaksakan atas
mereka oleh Tuhan mereka, sehingga perasaan beribadah turut melekat di dalamnya
ketika mereka menyadari bahwa mereka sedang membangun Negara dengan jalan
membantu meningkatkan konsumsi saudara-saudara mereka yang kurang beruntung.
Perasaan
ikut serta dan ikut berkontribusi dalam proses pembangunan Negara ini menjadi
aura positif dalam hidup bermasyarakat. Disinilah akan tercipta komitmen
bersama dari masyarakat untuk menciptakan kemanan sosial. Mereka yang memiliki
kekayaan akan merasa bahagia ketika melihat sesama saudaranya yang kurang
beruntung menjadi dapat berbahagia. Tanpa aura positif ini dan tanpa keinginan
untuk berpartisipasi dari masyarakat maka laju pertumbuhan ekonomi bangsa akan
tertahan, atau bahkan akan terpuruk. Dengan distribusi zakat ini, permasalahan
bangsa yang mendasar yaitu kemiskinan dapat terkurangi atau bahkan hilang jika
umat Islam membayar zakat-nya dan melengkapinya dengan infaq, shadaqah, dan
waqaf. Wallahu A’lam Bish-Showab.
Biodata Penulis :
DR.Mohammad Abduh
Pada Juni 2007 memulai program Master of Economics di Department of
Economics, International Islamic University Malaysia (IIUM) dan selesai pada
April 2009. Selanjutnya, pada Juni 2009 saya meneruskan pada program PhD di
department of Business Administration IIUM dengan spesialisasi Islamic Banking
and Finance di bawah bimbingan Prof. Dato' Dr. Mohd Azmi Omar (Direktur IRT-IDB
saat ini) dan selesai pada Agustus 2011.
Saat ini saya bekerja sebagai dosen di IIUM Institute of Islamic
Banking and Finance (IIiBF) dengan pangkat Assistant Professor. Sejak Juli 2012
sampai Juni 2013 saya di amanahkan sebagai Head of Research di fakultas IIiBF.
Selain itu, saya juga diamanahkan sebagai Ketua Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI)
Indonesia wilayah Malaysia dan Ketua Unit Pelayanan Zakat, Badan Amil Zakat
Nasional (BazNas) Indonesia untuk periode 2012-2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar