Email

# Email Redaksi : parahyanganpost@yahoo.co.id, parahyanganpostv@gmail.com - Hotline : +62 852 1708 4656, +62 877 7616 1166

Selasa, 11 Agustus 2009

Catatan Eyang Agung

Menghormati yang Kalah

Oleh : H Eyang Agung WP *)
“Hai orang-orang beriman taatilah Allah dan taatilah rasul (Nya) dan pemimpin diantara kamu. (QS 4:59) *
Di dalam setiap kompetisi hanya ada satu pemenang, sedangkan yang lainnya kalah. Kekalahan, menurut nasehat para cerdik pandai, bukanlah akhir dari segalanya, tetapi kemenangan yang tertunda. Artinya jika dapat menerimanya dengan ikhlas dan mempersiapkan diri untuk berkompetisi kembali pada pertandingan berikutnya maka bukan tidak mungkin akan keluar sebagai pemenang.
Sementara bagi pemenang, kemenangan itu bukanlah ujung perjuangan melainan awal untuk mempertahankan, mengisi dan memberi makna. Menurut pepatah lama, mempertahankan jauh lebih sulit dari merebut.
Menang dan kalah adalah hal yang biasa, namun sering kemenangan diciderai oleh sikap pemenang yang – baik dengan sengaja maupun tanpa sadar- bersikap angkuh, sombong dan menepuk dada sehingga menimbulkan sikap iri hati bagi pihak yang dikalahkan.
Orang yang menang biasanya berpesta pora merayakan kemenangan dan menganggap yang kalah adalah pecundang yang bodoh, kerdil dan lemah.
Pemilu Damai
Seperti kita ketahui, pemilihan presiden (Pilpres) yang berlangsung tanggal 8 Juli lalu berjalan dengan mulus, aman dan damai. Sudah dapat dipastikan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) – Boediono keluar sebagai pemenang mengalahkan pasangan Megawati Soekarno Puteri-Prabowo Subiyanto dan Jusuf Kalla-Wiranto.
Kita ingin mengingatkan kemenangan pasangan SBY-Boediono ini janganlah sampai membuat mereka lupa diri, angkuh dan sombong. Pelecehan terhadap yang kalah dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Pelecehan bisa saja terjadi, bukan oleh pasangan SBY-Boediono melainkan oleh para pendukungnya. Untuk itu mereka harus mengontrol para pendukungnya.
Sikap yang tidak terkontrol dari pendukung ini dapat menimbukan kebencian di pihak lain, sehingga mereka melakukan upaya pemakzulan.
Hilangkan
Untuk itu, mabuk kemenangan yang menyebabkan lupa diri, angkuh dan sombong ini, seyogyanyalah dihilangkan. Mereka hendaknya menahan diri dalam merayakannya. Tidak usah terlalu menampakan superioritas dengan mengerdilkan yang lain.
Mereka seharusnya menghormati yang kalah karena kekalahan bukanlah aib yang patut dicemooh. Kekalahan adalah bagian dari kompetisi yang tentunya sudah siap diterima bagi semua petarung yang maju mencalonkan diri. Mereka telah siap dengan segala konsekuensinya. Siap kalah dan siap menang!
Tetapi, meskipun sudah legowo menerima kekalahannya, jika dipanas-panasi terus akan berbalik menjadi musuh dan memunculkan kebenciannya yang ujungnya merusak situasi damai yang sudah ada.
Kita tentu percaya akan pribadi SBY-Boediyono yang dikenal santun, lemah lembut dan berakhlak mulia, tetapi sikap para pengikutnya ini yang agak dikhawatirkan. Mampukah mereka mengontrol sikap pendukungnya agar tidak takabur, angkuh dan sombong sehingga menimbulkan gesekan di pihak lain?
Mudah-mudahan kekhawatiran ini dapat diatasi dan sebagai warga yang baik sudah selayaknyalah kita saling mengingatkan, menegur yang salah mencontoh yang benar. Berlomba-lomba dalam kebaikan menjauhkan diri dari perbuatan yang merusak.
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa menjadi spirit untuk menggerakkan masyarakatnya berlomba-lomba ke arah kebaikan dan mengejar prestasi.
Keteladanan Pemimpin
Sebagai umat Islam kita sudah selayaknya mencontoh keteladanan pemimpin besar kita Nabi Muhammad SAW. Di dalam setiap kemenangan yang diraih, beliau tidak pernah menghina atau merendahkan musuh. Malah beliau memuliakannya. Dengan sikap memuliakan musuh yang sudah tidak berkutik itu, maka jadilah mereka pengikut setia Nabi dan pejuang Islam yang gigih. Kita bisa mempelajari pahlawan-pahlawan besar Islam, seperti Abu Sofyan, yang begitu membenci nabi. Ketika ia dikalahkan, akhirnya ia berbalik dan masuk Islam, menjadi pahlawan besar dalam sejarah Islam. Begitu juga Khalid bin Walid, yang tadinya musuh besar setelah dikalahkan menjadi pahlawan terbesar Islam sepanjang sejarah.
Keteladanan yang dicontohkan Rasulullah itu patutlah dihayati bagi setiap pemimpin karena di dalam diri Rasulullah itu terdapat suri teladan yang baik seperti yang diwahyukan dalam al-Quran surat Al Azhab ayat 21 yang berbunyi (artinya), “Sesungguhnya pada diri Rasulullah SAW terdapat tauladan yangh baik, yaitu bagi orang yang berharap rahmat Allah dan kedatangan hari akhir…”
Ada beberapa akhlak terpuji Rasulullah yang harus menjadi pegangan bagi pemimpin yang memenangkan pertempuran, diantaranya bersikap tawadhu’ atau rendah hati. Lawan sikap ini adalah sombong dan angkuh.
Sikap tawadhu’ ini bagi seorang pemimpin sangat penting karena ia membutuhkan nasehat, masukan, saran, bahkan kritik. Kalau ia memiliki sifat sombong dan anti kritik maka kelak ia akan memimpin yang zalim. Pemimpin yang tidak mau mendengar dan otoriter akan berkakhir dengan kehancuran
Selain sikap tawadhu’ itu adalagi sikap yang harus dimiliki yaitu jujur, selalu bekerja sama dan mampu memenuhi kebutuhan rakyatnya.
Kita berharap kemenangan SBY-Boediono dalam Pilpres lalu dapat menjaga amanah tersebut dan kemenangannya dinikmati oleh seluruh komponen bangsa, bukan oleh para pendukung setianya saja.
Dan sebagai rakyat kita harus patuh kepada presiden terpilih. Mematuhi pemimpin adalah salah satu ajaran inti Islam, seperti yang tertulis dalam al-Quran (artinya) “Hai orang-orang beriman taatilah Allah dan taatilah rasul (Nya) dan pemimpin diantara kamu. (QS 4:59) *
*) Penyembuh dan Ketua Yayasan EYANG AGUNG

1 komentar:

  1. minta no. hp dong eyang......,?? tlong d krim ke e-mail hscan@yahoo.com.
    terima kasih sebelumnya

    BalasHapus