Jakarta, Parahyangan Post - Koalisi masyarakat sipil mendesak Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) merombak total substansi Rancangan Peraturan Pemerintah
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun, dan Dumping (RPP B3-LB3-Dumping) sebelum ditandatangani. Melalui RPP
tersebut pemerintah terlihat sedang berupaya melindungi kejahatan pencemaran
lingkungan dengan melegalisasi pembuangan limbah ke laut.
Sedikitnya terdapat lima alasan
mendasar untuk menolak Rancangan Peraturan Pemerintah Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun, Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, dan
Dumping.
Menurut kajian KIARA, lima alasan
tersebut di antaranya: pertama, pada Pasal 4 ayat (1) huruf b, disebutkan
adanya Bahan Berbahaya Beracun (B3) hasil dari kegiatan industri ekstraktif
seperti pertambangan serta minyak dan gas bumi dikecualikan untuk diatur
melalui RPP ini. Padahal limbah B3 dari aktivitas pertambangan berdampak
besar terhadap lingkungan perairan dan manusia. Ini bisa dilihat buktinya di
Teluk Buyat yang dicemari oleh PT.Newmont Minahasa Raya.
Kedua, dalam Pasal 42 ayat (1),
pemerintah seolah tidak berkeinginan untuk menghentikan perilaku industri dalam
menggunakan ataupun menghasilkan limbah B3. Hal ini ditandai dengan keputusan
untuk pengurangan/pembatasan mengeluarkan limbah B3 oleh industri cukup
dilakukan secara sukarela bukan sebuah keharusan.
Ketiga, melalui Pasal 79,
diperbolehkan pembuangan tailing ke laut (dumping). Bahkan, limbah tailing dari
kegiatan pertambangan mineral, minyak dan gas bumi dianggap sebagai limbah
khusus, untuk mendapat ijin. Ironinya, RPP tersebut tidak memberikan perhatian
terhadap kandungan tailing, seperti logam berat yang berpotensi merusak ekosistem
dan kehidupan manusia.
Keempat, Pasal 94 menyebutkan, izin
dumping limbah dapat diberikan kepada kegiatan yang menghasilkan limbah: (a)
yang berasal dari kegiatan di laut; (b) limbah yang tidak dapat dilakukan
pengelolaan di darat berdasarkan pertimbangan lingkungan hidup, teknis dan
ekonomi.
Dumping tailing sangat berbahaya
bagi kelangsungan ekosistem perairan dan rantai makanan, baik di kolom air
maupun di dasar laut. Praktis RPP B3-LB3 melanggar azas-azas perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dalam UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, utamanya azas kelestarian dan keberlanjutan, azas
keserasian dan keseimbangan, azas kehati-hatian dan azas keanekaragaman hayati.
Kelima, RPP tersebut tidak
mengakomodasi semangat Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982) yang telah
diratifikasi melalui UU No. 17 Tahun 1985. Di mana dalam Pasal 194 ayat (1)
UNCLOS 1982, ditegaskan bahwa setiap negara penandatangan konvensi melakukan
langkah penting untuk mencegah, mengurangi, dan mengontrol pencemaran
lingkungan laut dari segala bentuk sumber pencemaran.
Pesanan pasal oleh korporasi
berakibat bahaya pada lingkungan dan keselamatan publik juga tampak dalam pasal
penghapusan status limbah B3 (delisting) bagi banyak Bahan Berbahaya dan
Beracun saat ini. Dengan demikian, perusahaan penghasil limbah B3 makin leluasa
membuang limbahnya tanpa pengawasan ketat. Seperti terjadi di Desa Mulyasejati,
Kerawang, Jabar. Sebuah perusahaan pengelola limbah B3, PT.TJS melakukan penimbunan
limbah B3 di lubang bekas galian C di lahan seluas 4 Ha. Penimbunan ini
berjarak dekat dengan penduduk yang gunakan air sumur dan persawahan. Sampai
saat ini, proses pidana lingkungan hidup atas perusahaan penimbunan limbah yang
bisa sebabkan kanker atau kelainan janin ini, mandek di KLH dan Polda
Jabar.
Sudah semestinya praktik dumping
tidak boleh dilindungi oleh instrumen negara, termasuk RPP B3-LB3-Dumping. * (ratman)
Untuk informasi lebih lanjut, silahkan menghubungi:
BalasHapusRiza Damanik,Sekretaris Jenderal KIARA di +62 818 773 515 / riza.damanik@gmail.com
Pius Ginting, WALHI di +62819 32 92 57 00 / pius.ginting@gmail.com
Slamet Daroyni, IHI di +628211 06 831 02 / selametdaroyni@gmail.com
Hendrik Siregar, JATAM di +62852 69 13 5520 / beggy@jatam.org
--
Priyo Pamungkas Kustiadi
08561903417
Media Communication and Outreach
Jaringan Advokasi Tambang