Email

# Email Redaksi : parahyanganpost@yahoo.co.id, parahyanganpostv@gmail.com - Hotline : +62 852 1708 4656, +62 877 7616 1166

Jumat, 14 Oktober 2011

Catatan 31 Tahun WALHI, Pulihkan Indonesia


JAKARTA (PP) – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mendesak pemerintah agar lebih mengedepankan kepentingan kesejahteraan rakyat dalam pengelolaan sumber daya alam dan mengambil jarak dari hegemoni perdagangan global yang cenderung menguntungkan Negara-negara maju. Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif WALHI, Berry Nahdian Furqan pada konfrensi pers, dalam rangka menyambut hari jadi WALHI yag ke-31 di kantornya, Jumat (14/10).

WALHI juga menilai pemerintah SBY-Budiono terlalu banyak mengakomodasi kepentingan luar negeri, baik langsung maupun tidak langsung melalui partai-partai yang selama ini menjadi koalisi pemerintahannya. Berry mengkawatirkan kemungkinan terjadinya bencana ekologis yang massif sebagai akibat rusaknya lingkungan oleh para pengusaha dan dampak dari perubahan iklim yang ekstrim jika pemerintah tidak sungguh-sungguh menata system pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia.

Berry menyatakan bahwa saat ini tercatat 42,96 juta Ha atau setara 21% dari total luas daratan Indonesia telah mendapat izin eksporasi pertambangan. Sedangkan untuk perkebunan sawit dari rencana 26,710,800 ha, telha terealisasi 9,091,277 juta ha. Alih fungsi ekosistem rawa gambut seluas 3.145.182,20 ha. Tidak hanya itu saja, bahkan sungai-sungai kecil selain telah diubah menjadi areal kebun sawit telah pula ditimbun oleh perusahaan hingg tidak berfungsi.

Tingkat kerusakan hutan sangat massif terjadi seiring dengan lahirnya PP No.2 tahun 2008 tentang jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan hutan. Disisi lain dari pengolahan hutan adalah konflik, dimana potensi konflik diperkirakan akan massif dan berlangsung panjang. Hal inidisebabkan terdapat pemukiman dan desa-desa defenitif yang di claim masuk ke dalam kawasan hutan. Saat ini setidaknya ada 19,420 desa dari 32 propinsi. Desa yng terdapat dalam Kawasan Hutan Lindung sebanyak 6.243 desa, di dalam hutan konversi 2,270 desa, di dalam hutan produksi dan produksi terbatas 12,211 desa, di dalam HPK 3,838 desa.

WALHI mencatat setidaknya pada tahun 2009 telah terjadi konflik pengelolaan kehutanan sebanyak 127 kasus, konflik perkebunan besar 38 kasus dan konflik pertambangan 120 kasus. Pada tahun 2010 kasus konflik kehutanan sebanyak 79 kasus dan konflik perkebunan sawit sebanyak 170 kasus. Dan dalam dua tahun belakangan ini setidaknya 12 orang meninggal, 21 luka tembak dan 69 orang ditahan sebagai buntut konflik.

Konflik ini semakin meningkat tajam seiring dengan terjadinya ketimpangan yang tajam dalam struktur penguasaan sumber-sumber agrarian. Hal ini dipicu adanya kebijakan pemerintah yang telah melahirkan UU No.25/2007 tentang penanaman modal. Dalam UU ini disebutkan bahwa lama penguasaan lahan dalam bentuk HGU adalah 95 tahun, sedangkan dalam UUPA No.5/1960 hanya 30 tahun. Hak Guna Bangunan dari semula 20 tahun menjadi 80 tahun. Demikian pula dengan Hak Pakai dari semula 10 tahun menjadi 70 tahun.

“Indonesia saat ini benar-benar sedang berada di jurang krisis, baik krisis kehutanan, krisis lingkungan, krisis energy hingga krisis pangan,”tambah Mukri Friatna Kepala Departemen Advokasi WALHI.

Krisis energy telah pula menghantui Indonesia karena sebagian besar sumber bahan mentah telah dipergunakan bagi kepentingan luar negeri, tidak diutamakan bagai kepentingan domestic. Dari seluruh pertambangan yang ada, 75 persen dikuasasi oleh asing dan 25 persen oleh dalam negeri. Dan untuk migas sebesar 70 persen dikuasai oleh perusahaan asal AS. Pada tahun 2004 kilang minyak nasional menghasilkan 400,48 juta barel dan pada tahun 2010 menurun menjadi 344,82 juta barel. Sedangkan import minyak mentah dari tahun ketahun cenderung meningkat, pada tahun 2008 sebesar 97 juta barel dan pada tahun 2010 menjadi 101 juta barel.

Disektor tambang batu bara, produksi batubara Indonesia pada tahun 2010 tercatat sebesar 280 juta ton atau lebih besar dari target pemerintah yaitu sebesar 250 juta ton. Dan pada tahun 2011 ini Asosiasi Pengusaha Batubara Idonesia memperkirakan produksi baru bara sebesar 340 juta ton atau lebih besar dari target pemerintah yaitu sebesar 300 juta ton. Sedangkan cadangan batubara terbukti hanya sebesar 4.328 juta ton atau hanya 0,5 persen dari total cadangan batubara dunia. Kondisi ini menunjukan bahwa pada tahun 2020 Indonesia akan mengalami krisis batubara yang akut.

Di sector pangan, Indonesia pun sedang mengalami krisis. Untuk pemenuhan bras saja pemerintah harus melakukan import. Ribuan ha sawah telah beralih fungsi menjadi areal industry, setidaknya saat ini terdapat 800 industri yang telah berdiri dan beroperasi.

Masih menurut WALHI, bahwa kerusakan lingkungan hidup telah menyebabkan tidak hal yang sangat serius, pertama adalah berkelanjutannya bencana ekologis, kedua meningkatnya angka kemiskinan dan ketiga adalah peningkatan hutang luar negeri. Letak logika atas semuanya adalah Negara membutuhkan biaya yang sangat besar untuk pembiayaan mulai dari tanggap darurat, pemulihan hingga rekontruksi.

Ali Akbar, menambahkan bahwa eksploitasi sumber daya alam masih menjadi agenda utama hamper dari setiap sector, disisi lain, buruknya penataan proses produksi dimana hanya Indonesia yang masih mengizinkan pembuangan limbah tailing kelaut, hanya Indonesia yang menggunakan parakuat sebagai zat pembunuh hama dan penyakit tanaman dan hanya Indonesia yang masih toleransi terhadao aktivitas penanaman disempadan pantai, sempadan sungai, walaupun sudah ada Keputusan Presiden No.32 tahun 1999 tentang sempadan sungai, sempadan danau, dan sempadan pantai.

Ironinya lagi, UU No.32 tahun 2009 yang seharusnya menjadi paying dari setiap regulasi dan aktivitas yang berpotensi merusak lingkungan sepertiya tidak bisa bergerak maju Karen dikerangkeng dalam jeruji kekuasaan apalagi sampai saat ini belum ada peraturan pemerintah yang menjadi turunan dari UU ini.

WALHI dengan segenap upaya, bersama dengan jaringan strategisnya secara terus menerus melakukan kampanye dan advokasi. 31 tahun bergerak dalam ranah advokasi tentu sedikit banyak telah memberikan andil dalam memastikan tetap tersediannya sumber-sumber kehidupan rakyat. Dengan tiga pilar gerakan yang dibangun, yaitu memastikan adanya jaminan kebijakan yang memastikan ketersediaan sumber-sumber kehidupan, rakyat memperoleh hk akses dan control terhadap sumber-sumber kehidupan serta membangun organisasi berbasis akar rumput, menegaskan bahwa WALHI adalah forum organisasi lingkungan yang mendedikasinya dirinya untuk Indonesia dengan visi terwujudnya tatanan kehidupan rakyat yang demokratis, adil guna keberlanjutan sumber-sumber kehidupan rakyat. (Ratman)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar