Email

# Email Redaksi : parahyanganpost@yahoo.co.id, parahyanganpostv@gmail.com - Hotline : +62 852 1708 4656, +62 877 7616 1166

Minggu, 23 Januari 2011

"Bagaimana Membuat Kaum Miskin 'Bankable'?:

Direktur LPPM STEI Tazkia, Dr. Yulizar Djamaludin Sanrego menjadi salah satu pemateri pada kajian bulanan perdana yang diadakan oleh Majalah Sharing yang bekerja sama dengan Bank Sinar Mas Syariah. tepatnya pada hari Senin lalu(18/01/110), Kajian yang bertempat di Plaza Sinarmas Jakarta tersebut bertemakan "Bagaimana Membuat Kaum Miskin 'Bankable'?: Integrasi ZISWAF dan Modal Sosial dalam Pemberdayaan Berbasis Kelompok di Indonesia". Acara ini terselenggara berkat kerjasama majalah Sharing dan Bank Sinar Mas Syariah.

Kajian tersebut bertujuan untuk memberikan solusi terhadap permasalahan klasik yang dihadapi oleh mayoritas penduduk Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Mereka dianggap tidak bankable karena mereka tidak memiliki asset berharga untuk dijadikan jaminan ketika mereka mengajukan kredit ke bank konvensional atau bahkan ketika mengajukan pembiayaan ke bank syariah. Padahal, bantuan dana sangat mereka butuhkan tidak hanya untuk dijadikan modal usaha, tetapi bahkan untuk memenuhi kebutuhan dasar akan pangan, tempat hunian, dan kesehatan.

Sanrego membahas sebagian dari disertasinya yang mengkaji masalah social capital dengan studi kasus para nasabah pada Program Ikhtiar yang dilakukan oleh Koperasi Baytul Ikhtiar di Bogor. Pola group lending model yang diterapkan pada program tersebut dikaji dengan analisis psikologi ekonomi. Penelitian tersebut membuktikan bahwa program yang diselenggarakan oleh BAIK ini selain telah terbukti sukses dalam memperkuat modal sosial pada kelompok masyarakat miskin, juga telah terbukti dapat merubah perilaku menabung para nasabah menjadi lebih baik. Taraf hidup masyarakat sekitar menjadi membaik setelah mereka mengikuti program tersebut.

Selain Dr Sanrego, para pemateri lainnya adalah Bapak Latif, Manajer BAIK (Baytul Amanah Ikhtiar), dan Ibu Ir. Nana Mintarti, MP, Direktur IMZ (Indonesia Magnificence of Zakat). Keduanya menjelaskan pengalaman masing-masing di BAIK dan di IMZ dalam mengaplikasikan pola pembiayaan berbasis kelompok yang diberikan kepada masyarakat -yang mereka sepakat untuk menamainya super mikro, karena saking miskinnya kondisi ekonomi mereka- baik di pedesaan, di kampong nelayan, atau para buruh migran di perkotaan.

Kajian ini dihadiri oleh berbagai kalangan, dari mulai akademisi, praktisi perbankan syariah, sampai kepada praktisi dan pemerhati microfinance. Dari kalangan akademisi, hadir para peneliti dan dosen, termasuk dari STEI Tazkia dan UKM Center Universitas Indonesia. Dari kalangan praktisi perbankan syariah, hadir para bankir syariah diantaranya dari BNI Syariah dan Bank Sinarmas Syariah. Dari kalangan praktisi microfinance, hadir perwakilan dari BAIK, Hijrah Dana Mikro, dan Baznas. Hadir pula beberapa perwakilan dari media massa untuk meliput kajian ini.

Setelah para pemateri memaparkan kajian dan pengalamannya di lapangan, para peserta sangat antusias untuk bertanya, memberikan komentar, atau berbagi pengalaman dalam menjalankan pemberian pembiayaan mikro. Di akhir diskusi, salah satu kesimpulan dan solusi yang bisa diambil adalah bahwa perbankan syariah selain berfungsi sebagai lembaga intermediasi keuangan, juga dapat difungsikan sebagai social intermediary. Jika untuk menyalurkan pembiayaan ada plafon minimal dan persyaratan yang pada praktiknya tidak terjangkau oleh kalangan super mikro, bank syariah dapat berfungsi sebagai lembaga intermediasi sosial, misalnya dengan menyalurkan dana zakat dari para karyawan dan nasabah untuk tujuan ultra micro financing. Selain itu, bank syariah juga dapat memaksimalkan linkage program dengan lembaga keuangan mikro syariah seperti BMT dan Koperasi Syariah. (rel)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar